Rabu, 12 September 2007 18.14

News Collocalia fuciphaga

"Setelah jarum berhenti di angka 80%, Ahmad Subekti, pemilik gedung walet di Tangerang, Banten, segera mengangkat higrometernya. Alat pengukur kelembapan itu lalu ia pindahkan ke lantai 2. Tiap pindah lantai-rumah waletnya terdiri dari 5 lantai-, Ahmad harus menunggu 1 jam hingga kelembapan optimal di lantai itu terukur. Rutinitas itu berulang setiap pekan. Maklum ia masih menggunakan higrometer manual".

Kerepotan itu tidak akan terjadi jika ia mengganti higrometernya dengan higrometer sensor. Alat pengukur kelembapan itu tidak perlu diletakkan dalam gedung. Cukup masukkan kabel sensor dalam lubang ventilasi. Alat sensor yang terletak di ujung kabel akan segera mendeteksi tingkat kelembapan dalam gedung. Setelah kelembapan optimal terukur, sensor-dengan bantuan kabel-akan mengirimkan data ke higrometer.
Data yang terekam bisa terlihat di layar higrometer. 'Sangat praktis. Kita tidak perlu masuk ke dalam rumah walet untuk mengecek kelembapan,' ujar Hary K Nugroho, MBA, praktikus walet di Kelapagading, Jakarta Utara. Selain mengukur kelembapan, alat itu juga mempunyai kemampuan untuk mengukur suhu, jadi dinamakan termohigrometer.
Di balik kepraktisannya, alat itu juga menyimpan kelemahan. Ia mudah rusak bila kabel sensor terkena air. Karena menggunakan tenaga baterai, kelembapan tidak bisa terukur bila tenaganya habis. Kelemahan lain, sama seperti higrometer manual, ia hanya mengukur kelembapan pada saat itu. Data kelembapan beberapa hari yang lalu tidak bisa terekam.

Higrometer digital

Selain higrometer manual dan sensor, ada jenis higrometer lain, yaitu higrometer digital. Sama seperti higrometer sensor, pengukur kelembapan jenis ini juga menggunakan tenaga baterai sebagai sumber energi. Sayang, seperti higrometer manual, ia harus diletakkan dalam rumah walet. 'Kita harus masuk ke dalam rumah untuk mengecek kelembapannya,' ujar Hary.
Selain itu, bila cadangan energi dari baterai habis, alat ini tidak bisa berfungsi. 'Kadang angkanya sukar terlihat, seperti pada layar kalkulator,' ujar pemilik Eka Walet Center itu. Kelembapan dalam rumah walet terlalu tinggi bisa merusak alat. 'Baterainya bisa berkarat, akibatnya alat bisa mati total,' ujar Philip Yamin, konsultan walet di Cengkareng, Jakarta Barat.
Alat ini juga bisa digunakan untuk mengukur temperatur dalam ruangan. Kelebihan lain: ia mempunyai kemampuan untuk menyimpan memori. 'Jadi pengecekan kelembapan tidak perlu dilakukan setiap hari,' ujar Philip. Pengecekan pun cukup praktis, hanya dengan menekan satu tombol, maka kelembapan maksimum dan minimum bisa diketahui.

Sarang kering
Higrometer mutlak ada di tiap rumah walet. 'Kelembapan dalam rumah walet harus 80%-95%, karena itu diperlukan higrometer untuk mengukurnya,' ujar Hary. Bila kelembapan dalam ruangan tidak terukur, bisa berpengaruh terhadap kualitas sarang yang dihasilkan. Kelembapan di atas 95% menyebabkan sarang yang dihasilkan benyek, karena terlalu banyak air. 'Kelembapan terlalu tinggi juga menimbulkan jamur di kayu dan sarang burung,' ujar Ubaidillah Thohir, praktikus walet di Gresik, Jawa Timur.
Kelembapan pun tidak boleh terlalu rendah. Bila hal itu terjadi, maka sarang yang dihasilkan tipis, kering, dan mudah pecah. Selain itu bulu walet pun lebih mudah rontok sehingga mengotori sarang. 'Yang lebih buruk lagi, walet bisa kabur bila kelembapan terlalu rendah,' tutur Ubaidillah. Hal sama disetujui oleh Hary. Menurut alumnus Oral Roberts University, di Tulsa, Oklahoma, Amerika Serikat itu, kondisi rumah walet harus sesuai dengan habitat alaminya di gua. 'Gua itu kan lembap dan gelap,' ujarnya.
Menjaga kelembapan dapat dilakukan dengan 2 cara, pasif dan aktif. Cara pasif dengan membuat bak-bak penampung air. 'Ukurannya beragam, tergantung ukuran rumah,' ujar Philip. Selain bak, bisa juga dibuat parit kecil 20 cm sedalam 20 cm di pinggir dinding. Bila bangunan cukup kuat, buat kolam di atas atap. 'Biasanya bagian atap itu yang paling panas, karena itu perlu dibuat kolam,' ucap Hary. Bila bangunan tidak cukup kuat, letakkan ember-ember berisi air dalam ruangan.
Menaikkan kelembapan dengan cara aktif dilakukan dengan menggunakan alat pengkabutan. Menurut Hary ada 2 tipe alat pengkabutan : yang berbentuk antena dan paralel. Penggunaannya diatur dengan timer. Bila kelembapan terlalu rendah, otomatis alat ini akan menyemprotkan air ke dinding ruangan. Setelah kelembapan optimal tercapai, ia berhenti bekerja. Yang harus diingat, tinggi semprotan harus diatur agar jangan sampai terkena kayu tempat walet bersarang. Bila hal itu terjadi, kayu bakal busuk.
Namun, bila kelembapan sudah sesuai, maka cara-cara di atas tidak diperlukan. Yang paling penting, kelembapan harus selalu dicek. Dengan munculnya alat pengukur kelembapan yang lebih praktis maka pengecekan kelembapan tidak lagi sukar. Apalagi sekarang, Fofoo Dohona, praktikus walet di Tangerang, Banten tengah menciptakan alat pengukur kelembapan dengan menggunakan laser. Saat ini alat itu sedang diteliti oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bila alat itu sudah selesai, pengecekan kelembapan tidak lagi merepotkan. (Lani Marliani)
(dikutip dari majalah trubus)

1 komentar:

Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Tinggalkan Pesan


Free shoutbox @ ShoutMix

Kurs Valuta Asing

 JualBeli
USD9175.008975.00
SGD6281.006123.00
HKD1184.101156.30
CHF7798.107610.10
GBP18730.3518269.35
AUD8306.108089.10
JPY78.5676.28
SEK1439.751393.55
DKK1763.151705.15
CAD9405.259152.25
EUR13043.8812732.88
SAR2462.552394.55
Sumber BCA

Tracking Visitor